Senin, 30 Juni 2008

Mengawal Hak Angket

ADA macam-macam perilaku politik menyertai hak angket DPR. Mulai dari iseng-iseng berhadiah, hingga langkah berwibawa parlemen. 
Pertama, ia bisa cuma kegenitan DPR. Genit agar tak kelihatan menganggur, dimunculkanlah isu hak angket. Karena cuma kegenitan, gampang dipatahkan. 
Kedua, hak angket bisa pula dipakai semata gertak sambal. Hanya untuk menakut-nakuti pemerintah. Eh, pemerintahnya ketakutan. Maka, terjadilah iseng-iseng berhadiah. 
Akan tetapi bila pemerintahnya percaya diri, punya nyali, akan terasa inilah sambal yang tak pedas. Hak angket pun mampus di tengah jalan. 
Ketiga, hak angket dipakai hanya untuk mencari popularitas. Baik popularitas personal anggota DPR yang menggagasnya, maupun popularitas partai yang mengusungnya. 
Ada anggapan bahwa rating popularitas menentukan perolehan suara pada pemilihan umum. Celakanya, anggapan ini semakin lama semakin kuat, sehingga mengejar popularitas menjadi program penting bagi elite politik maupun partai. 
Menjadi tidak populer adalah perkara yang harus dihindarkan. Sekalipun untuk itu harus mengorbankan pendirian politik, atau membelokkan haluan politik. Bukankah politik merupakan seni menyiasati kemungkinan? Tidak ada teman atau lawan yang abadi. Yang abadi adalah kepentingan! 
Keempat, menggunakan hak angket sebagai langkah konstitusional mengontrol kebijakan pemerintah. Bukan genit, bukan gertak sambal, bukan pula kosmetika untuk mencari popularitas. 
Dari empat kategori itu, tergolong yang manakah hak angket penaikan harga BBM yang diputuskan DPR pada 24 Juni lalu? 
Pemilu legislatif diselenggarakan tak sampai setahun lagi. Sepekan lagi kampanye pun dimulai. Dan, hak angket itu lolos di DPR di bawah tekanan demonstrasi yang hebat. Dari sudut pandang ini, ihwal mencari popularitas sangat menonjol. Itulah yang dilakukan PPP, PKS, dan PDS, banting setir mendukung hak angket agar mendapat citra positif membela kepentingan rakyat. 
Padahal, PPP dan PKS merupakan bagian dari pemerintah. Kedua partai itu duduk di kabinet yang mengambil keputusan menaikkan harga BBM. Namun demi kepentingan popularitas, kedua partai mendadak sontak berubah melawan pemerintah. 
Tentu terbuka kemungkinan lain yang mengandung kehormatan. DPR adalah lembaga wakil rakyat, yang memiliki hak angket untuk menegakkan kontrol demi terciptanya check and balance. Sebab, yang dimaksud hak angket menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 
Untuk melaksanakan hak angket itu, DPR membentuk panitia angket, yang dapat memanggil siapa pun untuk memberikan dokumen maupun keterangan. Bagi yang menolak panggilan tertulis DPR ini, dapat dipangil paksa oleh jaksa dan polisi. Panitia angket itu disahkan hari ini. 
Begitulah, penggunaan hak angket yang lurus dan benar bisa mendirikan dan bahkan meruntuhkan bulu kuduk siapa pun. Termasuk bulu kuduk presiden. Sebab, hak angket bisa menjadi pintu masuk pemakzulan presiden. 
Sadarkah DPR dengan hak yang dimilikinya itu? Disinari pertanyaan itulah, Media Indonesia dan Metro TV mengajak publik bersama-sama mengawal perjalanan hak angket penaikan harga BBM

0 komentar: