Kamis, 26 Juni 2008

Bersih-Bersih Kejaksaan Agung

LEMBAGA-LEMBAGA penegak hukum selama ini terkesan tanpa aib. Kejaksaan dan kehakiman tidak tersentuh hukum. Pengaduan tentang jaksa yang memeras menguap tanpa bekas. Laporan tentang hakim yang melakukan transaksi vonis dikubur dalam-dalam. 

Di ruang sidang ada terdakwa mengaku sudah membayar jaksa agar dituntut hukuman ringan. Di ruang sidang pula ada terdakwa melempari hakim dengan sepatu karena divonis lebih berat, tidak sesuai dengan transaksi. Tapi, nyaris tak ada jaksa dan hakim dibawa ke meja persidangan karena kasus pemerasan atau pun suap. 

Kasus pemerasan dan suap oleh jaksa dan hakim dibungkus apik-apik kemudian lenyap. Para pencari keadilan lelah sehingga menyelesaikan kasus di luar ruang sidang. Rakyat memilih main hakim sendiri. 

Era patgulipat dan transaksi-transaksi hukum segera berakhir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat terapi kejut. KPK menangkap jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani dalam kasus dugaan suap perkara senilai US$660 ribu atau Rp6 miliar. 

Artalyta tidak hanya mengubah posisi Urip dari penuntut umum menjadi terdakwa, tapi juga mendepak dua Jaksa Agung Muda dari singgasana. Kemas Yahya Rahman digusur dari jabatan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus dan kemarin giliran Jaksa Agung Hendarman Supandji mencopot Untung Udji Santoso dari jabatan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. 

Pangkal perkara adalah telepon Artalyta dengan kedua pejabat Kejaksaan Agung itu dinilai mengandung aroma khas. Sarat dengan muatan yang dalam persepsi publik mengandung transaksi. 

Tidak ada pilihan lain bagi Hendarman kecuali membersihkan institusi yang dipimpinnya. Sebelum telepon mesra Artalyta itu saja, kejaksaan sudah dicibir. Kini, citra kejaksaan mencapai titik nadir. 

Keputusan Hendarman mengganti Kemas Yahya Rahman kemudian Untung Udji Santoso merupakan langkah kecil yang patut diapresiasi. Hendarman harus memiliki nyali besar untuk memecat lebih banyak jaksa yang terindikasi mencederai institusi kejaksaan. Karena bukan mustahil, masih banyak jaksa nakal bersembunyi menunggu momentum. 

Hendarman tidak perlu menunggu KPK membuka rekaman percakapan lain antara jaksa dengan pihak beperkara. Satu jaksa Urip dan dua jaksa agung muda lebih dari cukup untuk membuat kita mengelus dada prihatin melihat institusi kejaksaan. 

Kejaksaan harus diselamatkan. Kejaksaan tidak akan mengukir wibawa jika dihuni para pedagang perkara. Semakin lama Kejaksaan Agung memelihara jaksa nakal, institusi penegak hukum itu kian terpuruk. 

Apresiasi patut pula kita sampaikan kepada KPK. Meski Ketua KPK Antasari Azhar berasal dari Korps Adhyaksa, dia tidak tenggang rasa dalam penegakan hukum. Meski semula banyak yang meragukannya, kini dia membuktikan mampu. Antasari harus tega menghunus pedang meski yang terkena adalah sahabat sendiri. 

Penyakit yang membelit kejaksaan sudah kronis. Citra dan wibawa mencapai titik nol. Untuk menyembuhkannya tidak cukup dengan sekali terapi kejut, tapi harus berulang kali. Tidak cukup dengan obat dari dalam, tapi juga perlu tekanan dari luar. 

Membersihkan institusi kejaksaan--juga penegak hukum lainnya--tidak boleh ada tenggang rasa. Juga tidak boleh setengah-setengah. Siapa pun yang bersalah, termasuk karib sekalipun, harus dihukum. Dan hukuman terhadap penegak hukum seharusnya lebih berat.

0 komentar: