Kamis, 26 Juni 2008

Kejahatan Pejabat atas Uang Negara

Kamis, 26 Juni 2008 00:01 WIB

SETIAP hari semakin jelas terungkap kejahatan terhadap negara yang dilakukan para pejabat. Dari kejahatan yang dilakukan secara sembrono sampai dengan kejahatan canggih. 

Penggelapan aset negara bernilai ratusan triliun rupiah di berbagai daerah dan berbagai instansi adalah contoh kejahatan itu. Dan, ribuan rekening liar atas nama pejabat di berbagai bank baik pemerintah maupun bank umum adalah contoh kejahatan yang lain. 

Sejak beberapa tahun terakhir penertiban rekening liar belum tuntas. Sekarang Departemen Keuangan masih menyelidiki 3.078 rekening liar dengan nilai Rp6,9 triliun. 

Penyalahgunaan rekening pemerintah beraneka rupa. Ada pejabat yang telah pensiun atau tidak menjabat lagi, tetapi terus menggunakan rekening pemerintah untuk mengamankan uang curian. Ada juga pejabat yang menggadaikan rekening pemerintah untuk dijadikan pos lalu lintas uang swasta antarbank atau antarnegara. 

Terakhir adalah para pejabat yang memasukkan uang negara ke rekening pribadi. Contoh yang paling kentara adalah kecenderungan menempatkan dana APBD beberapa bulan di bank dan kemudian menggunakan bunganya untuk kepentingan pribadi sang pejabat. 

Fakta yang mengagetkan adalah puluhan triliun uang dari berbagai daerah disimpan di Bank Indonesia dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia. Bunga uang dari SBI itu diduga masuk kantong bupati atau gubernur atau pejabat yang berwenang. 

Sampai sekarang publik tidak tahu bagaimana dan ke mana bunga uang dari SBI serta penempatan di berbagai bank umum dimanfaatkan. 

Penempatan dana APBD baik di bank maupun di SBI tidak saja merugikan negara karena menunda pelaksanaan proyek yang semestinya didanai uang tersebut. Itu juga merupakan pencurian oleh pejabat terhadap bunga yang seharusnya masuk ke rekening negara mencapai triliunan rupiah setiap tahun. Dan, negara sepertinya tidak kuasa mengatasinya. 

Buktinya, rekening liar atas nama departemen dan instansi tetap saja banyak. Arus uang APBD yang masuk ke SBI tetap juga deras. Celakanya, kalangan Bank Indonesia menganggap penyimpanan itu tidak menyalahi prinsip perbankan sehingga tidak perlu dipersalahkan. 

Memang, dari teknis perbankan tidak ada yang salah. Tetapi menyimpan dana APBD yang notabene berasal dari negara di bank negara dan kemudian negara membayar bunga atas uang sendiri lalu masuk ke kantong pribadi pejabat adalah sebuah kejahatan. Kejahatan oleh para bupati dan gubernur. Kejahatan oleh Bank Indonesia karena telah memberi peluang perampokan uang negara oleh para pejabat. 

Karena itu, tepatlah ketika Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Bank Indonesia mengawasi uang negara yang disimpan di bank-bank umum dan SBI. Kerahasiaan bank terkadang menjadi perisai yang disalahgunakan untuk melindungi kejahatan. 

Yang merisaukan kita adalah nafsu para pejabat mencuri uang dan kekayaan negara tidak pernah surut. Di tengah gencarnya perang terhadap korupsi, penjarahan uang negara tetap saja terjadi. 

Yang menyedihkan, penjarahan itu dilakukan dengan penuh nafsu oleh para pejabat yang disumpah untuk mengabdi bagi kepentingan umum. Mereka bersumpah untuk menjadi pelayan dan pengabdi masyarakat. 

Korupsi memang bukan monopoli Indonesia. Korupsi juga terjadi di negara lain dengan praktik dan modus yang mirip. Namun, bedanya, koruptor di negara lain dihukum berat, sedangkan koruptor di Indonesia, apalagi pejabat, dihukum ringan. Bahkan banyak yang dibebaskan.

Editorial Media Indonesia

http://www.mediaindonesia.com

0 komentar: