Rabu, 02 Juli 2008

Indonesia makin Sejahtera

PESIMISME yang merebak hampir di segala sektor kehidupan rupanya bertolak belakang dengan prestasi di bidang kesejahteraan. Kinerja pemerintah yang terus saja dikecam ternyata telah meningkatkan kesejahteraan penduduk cukup signifikan. 

Prestasi kesejahteraan itu dituangkan dalam angka terbaru oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Di tengah kehidupan yang 'terasa' makin sulit, BPS mengumumkan penurunan jumlah orang miskin sebanyak 2,21 juta orang dalam kurun Maret 2007 sampai Maret 2008. 

Dengan penurunan itu, jumlah orang miskin di Indonesia kini menciut dari 37,17 juta (16,58% total penduduk) menjadi 34,96 juta (15,42% total penduduk). 

Penurunan jumlah orang miskin itu terjadi justru dengan menaikkan angka pendapatan dari Rp166,697/bulan tahun 2007, menjadi Rp182,636/bulan tahun 2008. Angka ini tentu jauh dibandingkan dengan benchmark yang dipakai sebagai standar dunia. Bank Dunia, misalnya, mendefinisikan orang miskin adalah mereka yang hidup dengan pendapatan kurang dari US$2 per hari, atau US$60 per bulan. Bila patokan Bank Dunia itu dipakai, angka kemiskinan di Indonesia amat mengejutkan. Dengan standar itu, Bank Dunia pada 2006 mengumumkan bahwa satu dari lima penduduk Indonesia adalah miskin. 

BPS mengungkapkan beberapa parameter yang menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia berkurang. Inflasi yang terkendali dan penurunan harga beras serta pertumbuhan ekonomi yang bertahan sekitar 6% dikemukakan sebagai faktor yang memberi kontribusi positif. 

Setiap kali survei BPS tentang angka kemiskinan diumumkan selalu saja dianggap bertolak belakang dengan realitas faktual. Kita 'merasa' semakin miskin, tetapi angka kemiskinan menurun. Berarti pada dasarnya jumlah orang yang sejahtera semakin banyak. 

Statistik justru ingin menjelaskan sesuatu secara faktual untuk menyingkirkan kebenaran yang semata didasarkan pada 'perasaan'. 

Bagi yang tidak setuju dengan angka BPS kali ini adalah mereka yang mempertanyakan mengapa BPS mengumumkan angka orang miskin sebelum pemerintah menaikkan harga BBM pada Mei? Mengapa waktu survei ditetapkan Maret 2007 sampai Maret 2008? Mengapa tidak Juni 2007 sampai Juni 2008? 

Karena, bila disurvei angka kemiskinan pascapenaikan harga BBM sebesar 27% pada bulan Mei 2008, angka orang miskin dipastikan meningkat, bukan berkurang. Mengapa pemerintah menghindari fakta kemiskinan setelah penaikan harga BBM? 

Sebagian kalangan yang berpikiran politis menganggap pengumuman angka kemiskinan oleh BPS itu agak bersifat politis. Pemerintah membutuhkan kredit di mata publik untuk memenangi kredibilitas yang cenderung terus merosot. 

Berpikir dan bertindak atas dasar data dan angka adalah keharusan metodologi. Tetapi, kemiskinan di Indonesia tidak boleh disederhanakan sebatas angka dan agregasi. Karena kemiskinan itu mutlak. Yang paling penting dari persoalan kemiskinan di Indonesia adalah substansi di balik angka-angka statistik. 

Adalah baik ketika rakyat Indonesia semakin sejahtera. Tetapi kesejahteraan yang semata diukur dan dimaknai melalui angka-angka, bisa menyesatkan. 

Ingat, statistik bisa mengubah sesuatu menjadi seolah-olah benar tanpa bisa dipersalahkan karena angkanya memang benar. Karena itu yang lebih penting adalah membaca substansi di balik angka-angka statistik itu.

0 komentar: