Jumat, 04 Juli 2008

Ramai-Ramai Mencederai DPR

DPR bukan lagi himpunan politikus cerdas, melainkan berubah menjadi kumpulan orang-orang aneh. Aneh karena di saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang gencar membidik ke arah Senayan dan memasang perangkap, masih saja ada anggota DPR melakukan transaksi haram.

Senin (30/6) anggota DPR Bulyan Royan tertangkap tangan dalam kasus suap di sebuah mal di kawasan Senayan. Dari tangannya KPK menyita US$66 ribu dan 5.500 euro. Atau totalnya sekitar Rp680 juta.

Penangkapan anggota DPR dari Fraksi Partai Bintang Reformasi itu menambah panjang daftar anggota dewan yang ditahan. Sebelumnya KPK telah menggiring sejumlah wakil rakyat yang terhormat itu ke sel. Mereka adalah Hamka Yandhu dan Saleh Djasit (Golkar), Al Amin Nur Nasution (PPP), dan Sarjan Tahir (Partai Demokrat).

Kasus yang menimpa anggota DPR itu pun serupa, yakni dugaan korupsi. Uang negara ditilap untuk kepentingan diri sendiri.

Praktik suap-menyuap di Senayan diduga sudah lama terjadi dan masih akan terus terjadi. Pembahasan berbagai rancangan undang-undang, rapat dengan mitra kerja, dan kunjungan ke daerah atau ke luar negeri sering dironai dengan 'permainan uang'. Survei Transparency International Indonesia bahkan menyebutkan, dalam persepsi publik, DPR merupakan salah satu lembaga terkorup meski sulit membuktikannya.

Terlampau lama DPR menjadi lembaga imun yang seolah tidak bisa tersentuh oleh tangan hukum. Mereka seperti gerombolan serigala yang siap menerkam siapa saja yang coba mengusik ketenteraman penghuni Senayan itu. Mereka merasa berhak membengkokkan yang lurus dan melempangkan yang cacat. Mereka berlindung di balik kekebalan dan predikat 'wakil rakyat terhormat'.

KPK kini membuktikan tidak sulit membuka borok DPR. KPK menguatkan persepsi masyarakat bahwa lembaga wakil rakyat itu marak dengan praktik korupsi. KPK membuktikan di tempat terhormat itu ada manusia-manusia yang tidak terhormat.

Kita seakan kehabisan kata untuk mengatakan keprihatinan tentang DPR. Di tengah kesulitan yang terus mendera masyarakat, anggota DPR mempertontonkan ketamakan mereka mengeruk uang rakyat. Di saat masyarakat kesulitan memperoleh elpiji, harga bahan pokok yang terus melambung, dan harga BBM yang mencekik, para wakil rakyat memperlihatkan kerakusan memangsa uang negara.

Lembaga wakil rakyat itu kini ramai-ramai dicoreng anggotanya sendiri. Kita yakin Bulyan Royan bukanlah orang terakhir yang ditangkap karena di tempat-tempat remang hotel berbintang, transaksi ilegal tetap saja marak. DPR seakan tidak kehabisan akal mempraktikkan modus baru. Tapi KPK pun tidak kekurangan kecerdasan untuk menjerat. Hanya waktulah yang membuktikan satu per satu wakil rakyat itu digiring ke tahanan.

DPR sepertinya gemar memelihara tumor ganas yang bernama korupsi, padahal dewan tahu korupsi akan meruntuhkan negara.

Inilah saatnya KPK membersihkan DPR. Jika lembaga itu tidak bisa mencuci dirinya sendiri, KPK harus mencucinya. Jika partai politik tidak bisa memilah anggotanya, KPK harus menyeleksinya.
Rakyat tidak membutuhkan 550 anggota DPR jika sebagian mereka adalah maling. Rakyat hanya membutuhkan cukup 50 anggota DPR asalkan mereka sepenuhnya pengabdi rakyat.

Jika DPR gencar menggalang angket yang mengarah ke pemakzulan Presiden, rakyat juga perlu mengajukan angket yang muaranya pada mosi tidak percaya kepada parlemen.

Anggota dewan harus sadar bahwa DPR adalah istana para wakil rakyat yang terhormat, bukan sarang para penjarah membagi-bagi uang negara.

0 komentar: