Sabtu, 24 Januari 2009

10 kesintingan utama arsitektur finansial global

Oleh: Wandy Nicodemus Tuturoong

1.HAK MEMPRODUKSI UANG DIRAMPAS DARI NEGARA

Tak ada demokrasi di sini. Hak memproduksi uang bukanlah milik pemerintah, tapi milik swasta (The Fed, dalam kasus AS). Di negara-negara lain seperti Inggris atau Indonesia, hak memproduksi uang diberikan secara eksklusif pada bank sentral yang “independen”. Yang artinya, operasi bank sentral yang serba rahasia dan “obscure” tidak bisa dikontrol oleh publik. Sebaliknya seluruh operasi dan mekanismenya mengikuti supervisi yang diberikan oleh Bank of International Settlement (BIS, banknya bank-bank sentral) yang disetir oleh The Fed dan bank sentral beberapa negara Eropa. Sistem ini telah dimulai sejak berdirinya The Fed di tahun 1913 dan BIS di tahun 1930-an.

2.UANG YANG DIPRODUKSI ADALAH HUTANG PLUS BUNGA

Tak banyak yang menyadari bahwa setiap kali uang diproduksi, negara harus berhutang pada bank sentral. Ya, betul. Negara, yang diwakili pemerintah tak boleh memproduksi uang begitu saja. Ia harus berhutang atau mengeluarkan surat hutang untuk ditukarkan dengan uang oleh bank sentral. Tak cuma itu, hutang tersebut juga memiliki bunga yang harus dibayarkan oleh pemerintah (“interest-burdened debt”). Wajar saja kalau seluruh planet bumi ini penuh dengan hutang (lihat www.webofdebt. com).

3.UANG DIPRODUKSI, TAPI BUNGANYA TIDAK

Tadi disebutkan bahwa uang yang diproduksi adalah hutang pemerintah pada bank sentral yang dikenakan beban BUNGA. Persoalannya, pada saat uang diproduksi, bunganya TIDAK ikut diproduksi. Nah, pertanyaannya adalah: Bagaimana hutang tersebut akan dibayar, kalau bunganya tidak pernah dicetak atau diproduksi? Misalnya, pemerintah AS meminta The Fed untuk memproduksi uang sebanyak $100 juta dengan bunga 6 persen. Artinya, pemerintah AS berhutang $106 juta pada The Fed. Tapi, karena uang yang diproduksi hanya $100 juta, pemerintah AS takkan pernah bisa membayar lunas hutangnya. Mengapa? Sebab, ia harus kembali “berhutang” (plus bunga) untuk mendapatkan $6 juta sisanya. Ini bukan cuma kekeliruan matematis, tapi salah satu kesintingan utama yang telah lama terjadi. Sebab dengan cara ini, jumlah hutang akan terus bertambah secara tak terbatas.

4.PUBLIK TAK BOLEH PALSUKAN UANG, TAPI BANK BOLEH

Memalsukan uang oleh publik adalah tindakan subversif. Tapi, tidak bagi bank. Sistem yang sekarang membolehkan bank untuk memberikan pinjaman atau kredit sebesar ratusan hingga ribuan persen dari cadangan modal yang dimilikinya. Bila cadangan wajib perbankan ditentukan 10% misalnya, maka dengan modal sebesar $100 juta, bank bisa memberikan kredit hingga $900 juta – tentu saja dengan mengenakan bunga bagi si peminjam. Inilah yang dinamakan dengan “fractional reserve system” atau sistem cadangan fraksional. Sistem ini membuat kita mudah menyimpulkan bahwa cara paling cepat untuk jadi kaya adalah dengan memiliki bank. Tapi, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap inflasi (uang beredar lebih besar daripada barang) juga tak lain adalah bank.

5.KEMISKINAN ADALAH HASIL NISCAYA DARI SISTEM INI

Jangan percaya bahwa kemiskinan adalah hasil dari kemalasan. Setiap manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia dengan segenap potensinya. Kemiskinan terjadi lantaran pengenaan bunga pinjaman. Bank-bank memberikan pinjaman atau kredit bagi publik dengan beban bunga. Artinya, publik harus “bertarung” untuk mengembalikan pinjamannya lebih tinggi dari yang mereka pinjam. Padahal, seperti dijelaskan sebelumnya, bunga yang harus dikembalikan itu tidak pernah diproduksi oleh bank sentral. Sudah pasti ada yang “kalah” dan ada yang “menang” dalam pertarungan ini. Yang kalah akan menjadi miskin (karena harus kehilangan aset-aset yang sudah dijaminkan pada bank), yang menang akan bertambah kaya (karena mendapatkan limpahan aset yang disita). Dalam jangka panjang, para pemenang ini akan terkonsentrasi pada segelintir orang yang paling besar modalnya (baca: para pemilik bank-bank besar).

6.PERANG JUSTRU MEMBERI KEUNTUNGAN BESAR PADA BANK

Betul ini. Sudah dijelaskan bahwa setiap kali uang diproduksi, maka pemerintah akan berhutang pada bank sentral. Selanjutnya, hutang-hutang pemerintah itu dapat diperjual-belikan dan dijadikan aset oleh perbankan untuk kembali “menggandakan” uang (ingat “fractional reserve system” pada poin 4 di atas). Semakin banyak hutang pemerintah, semakin banyak pula uang yang dapat digandakan oleh bank. Nah, perang adalah salah satu peristiwa di mana pemerintah akan berhutang dengan jumlah luar biasa besar. Perang Irak konon menghabiskan biaya sampai $3 triliun menurut ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz. Wajar saja, kalau sejumlah pihak berpandangan bahwa perang terhadap terorisme adalah konspirasi besar yang sengaja dilakukan untuk memompa lebih banyak uang bagi bank-bank di Wall Street.

7.MEREKA YANG TAK BEKERJA MALAH MAKIN KAYA

Dalam sistem yang sekarang berlaku, kecerdasan dan kerja keras tidak dengan sendirinya membuat seseorang bisa menjadi kaya. Mereka yang memiliki akses lebih baik terhadap modal, itulah yang akan menjadi kaya. Mereka tidak perlu bekerja keras, modal akan bekerja secara otomatis untuk mereka. Para pemilik modal super besar ini, selain merupakan para pemilik bank raksasa, juga biasa menitipkan modal mereka pada para spekulan kelas kakap yang dikenal sebagai “hedge funds”. Degan teknologi dan modal yang dimilikinya, mereka bisa meraih keuntungan yang tak terbayangkan dari perdagangan valuta asing maupun berbagai produk turunan dari pasar modal. Modal lebih menguntungkan untuk dipupuk atau diakumulasi lewat pasar finansial ketimbang digunakan sebagai alat tukar untuk memutar perekonomian di sektor riil. Dalam jangka panjang, sektor riil akan kekeringan modal dan kemiskinan akan bertambah luas. Tapi, di lain pihak, sistem ini juga akan menuju kehancurannya sendiri karena hilangnya “daya beli” publik terhadap produk-produk bisnis yang cuma dimiliki segelintir orang tadi.

8.HUTANG JADI ALAT UNTUK TAKLUKKAN DUNIA

Bagi para pemilik modal atau bank besar, penjajahan atas bangsa lain tak perlu dilakukan secara fisik. Sebuah negara boleh saja memiliki pemerintahan yang demokratis, asalkan sistem moneter dan bank sentralnya mengikuti kemauan para penguasa Wall Street. Negara-negara dunia ketiga takkan dibiarkan untuk punya mata uang yang kuat. Kontrol devisa akan diharamkan, supaya para spekulan yang didukung bank-bank raksasa bisa sewaktu-waktu menjatuhkan nilai mata uang lokalnya. Sebagai gantinya, negara-negara dunia ketiga harus menggantungkan diri dari hutang luar negeri dalam mata uang dolar AS. Karena lagi-lagi, hutang tersebut dikenakan bunga yang tinggi (yang tidak pernah diproduksi oleh bank sentral AS), maka negara-negara dunia ketiga harus mati-matian membayar cicilan hutangnya. Bunga hutang semakin lama semakin besar, mengalahkan hutang pokok negara-negara dunia ketiga. Dalam jangka panjang, negara-negara dunia ketiga harus merelakan aset-aset terbaik dan sumber daya alamnya yang paling potensial untuk diambil-alih oleh korporasi-korporasi besar yang didanai Wall Street.

9.LINGKUNGAN DIKORBANKAN DEMI MODAL

Sistem pinjaman dengan bunga ini, secara otomatis mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus – tanpa memperhatikan kemampuan alam dan lingkungan untuk mendukung sistem ekonomi yang serakah ini. Karena setiap ekspansi modal atau kredit yang diberikan pada dunia usaha adalah hutang dengan bunga, maka dunia usaha harus mampu meraih keuntungan yang lebih tinggi dari pinjaman plus bunga yang mereka sudah terima. Akibatnya, lingkungan, selagi bisa dieksploitasi untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi, takkan ragu untuk dikorbankan oleh para pemburu keuntungan ini. Dalam kurun waktu yang lama, kita sudah melihat dampaknya bagi pemanasan global akibat eksploitasi berlebihan untuk melakukan ekspansi modal.

10.KEMANUSIAAN YANG DIPERBUDAK KONSEP UANG CIPTAANNYA SENDIRI

Yang paling gila dari semua ini adalah, kemanusiaan diperbudak oleh uang dan sistem moneter ciptaannya sendiri. Kecerdasan dan daya cipta, sebagai modal yang tak ternilai dari kemanusiaan kini menghamba pada konsep uang yang keliru. Bayangkan jika uang tidak dimonopoli produksinya oleh bank sentral. Bayangkan jika, uang digunakan murni sebagai alat tukar tanpa bunga (atau seperti dilakukan Muhammad Yunus, bunga pinjaman dikembalikan lagi pada peminjam dalam bentuk dividen). Bayangkan jika setiap negara tidak mengandalkan dolar AS untuk membangun perekonomiannya, tapi mengandalkan sistem moneternya sendiri yang independen. Kegilaan ini bisa terhenti dengan sendirinya.

Jumat, 09 Januari 2009

Berobat Dengan Al-Fatihah

Surat Al-Fatihah yang setiap hari kita baca di dalam shalat, ternyata merupakan obat yang mujarab. Bukan sembarang obat. Ia adalah obat untuk penyakit hati dan penyakit badan sekaligus. 
Surat ini mengandung obat untuk penyakit hati dengan sempurna. Perlu dicatat, segala penyakit hati itu bermula dari dua hal, rusaknya ilmu dan rusaknya qashd (niat/kemauan). Dari keduanya akan muncul dua perkara yang sangat berbahaya, yaitu kesesatan yang merupakan buah dari rusaknya ilmu dan kemurkaan Allah SWT yang merupakan buah dari rusaknya qashd. 

Kesesatan dan kemurkaan adalah dua hal yang menjadi kunci dari seluruh penyakit hati. Ayat ihdinash shiraathal mustaqiim menanggulangi kesesatan, dan ayat iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin mencegah kemurkaan. 
Dengan ditunjukkannya jalan kebenaran dilanggengkannya kita di atasnya, kita tidak akan tersesat selamanya. Karena itu, dia yang paling wajib kita ucapkan adalah doa yang termaktub dalam surat Al-Fatihah ini. Hanya saja, ketika kita membacanya, kita sering tidak merasa sedang berdoa. 

Kemudian fenomena rusaknya niat/kemauan, akan banyak kita dapatkan pada orang-orang kafir, musyrik dan mereka yang menjadi budak hawa nafsunya. Rusaknya niat/kemauan di sini artinya rusak tujuan dan atau cara mendapatkaa tujuan itu. 
Kehidupan orang-orang yang mengaku muslim, tetapi menjadi budak hawa nafsunya, tidaklah berbeda dengan orang-orang kafir dan musyrik. Apabila mereka mendapati al-haq sesuai dengan tujuan dan ambisi, mereka meninggalkannya. 
Ada juga orang-orang yang mempunyai tujuan yang tinggi, akan tetapi tidak menempuh cara yang benar. Maka mereka tersesat dan tentu akan mendapatkan murka Allah SWT, na'udzubillah. . . 

Sebenarnya, ayat iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin yang menjadi obat bagi rusaknya qashd mempunyai komposisi yang harus terpenuhi secara keseluruhan. Komposisinya sebagai berikut: 

· Hanya beribadah kepada Allah SWT 
· Berdasarkan perintah atau syari'atNya 
· Tanpa ditunggangi oleh hawa nafsu 
· Bukan dengan hasil pemikiran atau aturan buatan manusia 
· Meminta i'anah (pertolongan) kepada Allah SWT, agar dapat beribadah kepadaNya. 

Apabila komposisinya utuh, --insya Allah-- ia akan benar-benar menjadi obat. 
Adapun Al-Fatihah sebagai obat untuk penyakit badan, Abu Said Al-Khudri r.a. meriwayatkan (lihat Bukhari 2276, Muslim 2201), bahwa seorang shahabat pernah meruqyah seorang pemuka suatu daerah yang tersengat binatang berbisa dengan surat ini. Dengan izin Allah SWT, pemuka kaum itu sembuh, padahal ia bukanlah orang baik-baik, karena mungkin ia bukan termasuk kaum Muslimin, atau setidaknya ia adalah seorang yang bakhil, sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim r.a. diawal-awal kitab Madaariju As-Saalikiin. Lalu bagaimana jika yang diobati adalah seorang Muslim yang baik?. Wallahu a'lam bish shawab. 

Oleh : 
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 

Mendahulukan Kepentingan Orang Lain

Al-Waqidiy bercerita, "Suatu saat, saya berada dalam himpitan ekonomi yang begitu keras. Hingga tiba bulan Ramadhan, saya tidak mempunyai uang sedikitpun. Saya bingung, lalu aku menulis surat kepada teman saya yang seorang alawy (keturunan Ali bin Abi Thalib). Saya memintanya meminjami saya uang sebesar seribu dirham. Dia pun mengirimkan kepada saya uang sebesar itu dalam sebuah kantong yang tertutup. Kantong itu saya taruh dirumah. Malam harinya saya menerima sepucuk surat dari temen saya yang lain. Dia meminta saya meminjaminya uang sebesar seribu dirham untuk kebutuhan bulan puasa. Tanpa pikir panjang, saya kirimkan kantong uang yang tutpnya masih utuh. 

Besok harinya saya kedatangan teman yang meminjamiku uang, juga teman alawy yang saya berhutang padanya. Yang alawy ini menanyakan kepada saya perihal uang seribu dirham itu. Saya jawab, bahwa saya telah mengeluarkan untuk suatu kepentingan. Tiba-tiba dia mengeluarkan kantong itu sambil tertawa dan berkata, ' Demi Allah, bulan Ramadhan sudah dekat, saya tidak punya apa-apa lagi kecuali 1000 dirham ini. Setelah kau menulis surat pada saya, saya kirim uang ini kepadamu. Sementara saya juga menulis surat pada teman kita yang satu ini untuk pinjam seribu dirham. Lalu dia mengirimkan kantong ini kepada saya. Maka saya bertanya, bagaimana ceritanya hingga bisa begini? Diapun bercerita pada saya. Dan sekarang ini, kami datang untuk membagi uang ini, buat kita bertiga. Semoga Allah akan memberikan kelapangan pada kita semua. 

Al-Waqidy berkata, "Saya berkata pada kedua teman itu, 'Saya tidak tahu siapa diantara kita yang lebih dermawan.' Kemudian kami membagi uang itu bertiga. Bulan Ramadhan pun tiba dan saya telah membelanjakan sebagian besar hasil pmbagian itu. Akhirnya perasaan gundah datang lagi, saya berfikir, aduhai bagaimana ini? 
Tiba-tiba datanglah utusan Yahya bin Khalid Al-Barmaky di pagi hari, meminta saya untuk menemuinya. Ketika saya menghadap pada Yahya Al-Barmaki, dia berkata, 'Ya Waqidy! Tadi malam aku bermimpi melihatmu. Kondisimu saat itu sangat memprihatinkan. Coba jelaskan ada apa denganmu?' 

Maka saya menjelaskannya sampai pada kisah tentang teman saya yang alawy, teman saya yang satunya lagi dan uang 1000 dirham. Lalu dia berkomentar, 'Aku tidak tahu siapa diantara kalian yang lebih dermawan.' Selanjutnya, dia memerintahkan agar saya diberi uang tiga puluh ribu dirham dan dua puluh ribu dirham untuk dua teman saya. Dan dia meminta saya untuk menjadi Qadhi." 
Oleh : 
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 

Tidak Jadi Mencuri Terung, lalu Allah Karuniakan Untuknya Seorang Isteri

Di Damaskus, ada sebuah mesjid besar, namanya mesjid Jami' At-Taubah. Dia adalah sebuah masjid yang penuh keberkahan. Di dalamnya ada ketenangan dan keindahan. Sejak tujuh puluh tahun, di masjid itu ada seorang syaikh pendidik yang alim dan mengamalkan ilmunya. Dia sangat fakir sehingga menjadi contoh dalam kefakirannya, dalam menahan diri dari meminta, dalam kemuliaan jiwanya dan dalam berkhidmat untuk kepentingan orang lain.
Saat itu ada pemuda yang bertempat di sebuah kamar dalam masjid. Sudah dua hari berlalu tanpa ada makanan yang dapat dimakannya. Dia tidak mempunyai makanana ataupun uang untuk membeli makanan. Saat datang hari ketiga dia merasa bahwa dia akan mati, lalu dia berfikir tentang apa yang akan dilakukan. Menurutnya, saat ini dia telah sampai pada kondisi terpaksa yang membolehkannya memakan bangkai atau mencuri sekadar untuk bisa menegakkan tulang punggungnya. Itulah pendapatnya pada kondisi semacam ini.

Masjid tempat dia tinggal itu, atapnya bersambung dengan atap beberapa rumah yang ada disampingnya. Hal ini memungkinkan sesorang pindah dari rumah pertama sampai terakhir dengan berjalan diatas atap rumah-rumah tersebut. Maka, dia pun naik ke atas atap masjid dan dari situ dia pindah kerumah sebelah. Di situ dia melihat orang-orang wanita, maka dia memalingkan pandangannya dan menjauh dari rumah itu. Lalu dia lihat rumah yang di sebelahnya lagi. Keadaannya sedang sepi dan dia mencium ada bau masakan berasal dari rumah itu. Rasa laparnya bangkit, seolah-olah bau masakan tersebut magnet yang menariknya.

Rumah-rumah dimasa itu banyak dibangun dengan satu lantai, maka dia melompat dari atap ke dalam serambi. Dalam sekejap dia sudah berada di dalam rumah dan dengan cepat dia masuk ke dapur lalu mengangkat tutup panci yang ada disitu. Dilihatnya sebuah terong besar dan sudah dimasak. Lalu dia ambil satu, karena rasa laparnya dia tidak lagi merasakan panasnya, digigitlah terong yang ada ditangannya dan saat itu dia mengunyah dan hendak menelannya, dia ingat dan timbul lagi kesadaran beragamanya. Langsung dia berkata, 'A'udzu billah! Aku adalah penuntut ilmu dan tinggal di mesjid , pantaskah aku masuk kerumah orang dan mencuri barang yang ada di dalamnya?' Dia merasa bahwa ini adalah kesalahn besar, lalu dia menyesal dan beristigfar kepada Allah, kemudian mengembalikan lagi terong yang ada ditangannya. Akhirnya dia pulang kembali ketempat semula. Lalu ia masuk kedalam masjid dan mendengarkan syaikh yang saat itu sedang mengajar. Karena terlalu lapar dia tidak dapat memahami apa yang dia dengar.

Ketika majlis itu selesai dan orang-orang sudah pulang, datanglah seorang perempuan yang menutup tubuhnya dengan hijab -saat itu memang tidak ada perempuan kecuali dia memakai hijab-, kemudian perempuan itu berbicara dengan syaikh. Sang pemuda tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakannya. Akan tetapi, secara tiba-tiba syaikh itu melihat ke sekelilingnya. Tak tampak olehnya kecuali pemuda itu, dipanggilah ia dan syaikh itu bertanya, 'Apakah kamu sudah menikah?', dijawab, 'Belum,'. Syaikh itu bertanya lagi, 'Apakah kau ingin menikah?'. Pemuda itu diam. Syaikh mengulangi lagi pertanyaannya. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, 'Ya Syaikh, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?'. Syaikh itu menjawab, 'Wanita ini datang membawa khabar, bahwa suaminya telah meninggal dan dia adalah orang asing di kota ini. Di sini bahkan di dunia ini dia tidak mempunyai siapa-siapa kecuali seorang paman yang sudah tua dan miskin', kata syaikh itu sambil menunjuk seorang laki-laki yang duduk di pojokkan. Syaikh itu melanjutkan pembicaraannya, 'Dan wanita ini telah mewarisi rumah suaminya dan hasil penghidupannya. Sekarang, dia ingin seorang laki-laki yang mau menikahinya, agar dia tidak sendirian dan mungkin diganggu orang. Maukah kau menikah dengannya? Pemuda itu menjawab 'Ya'. Kemudian Syaikh bertanya kepada wanita itu, 'Apakah engkau mau menerimanya sebagai suamimu?', ia menjawab 'Ya'. Maka Syaikh itu mendatangkan pamannya dan dua orang saksi kemudian melangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar untuk muridnya itu. Kemudian syaikh itu berkata, 'peganglah tangan isterimu!' Dipeganglah tangan isterinya dan sang isteri membawanya kerumahnya. Setelah keduanya masuk kedalam rumah, sang isteri membuka kain yang menutupi wajahnya. Tampaklah oleh pemuda itu, bahwa dia adalah seorang wanita yang masih muda dan cantik. Rupanya pemuda itu sadar bahwa rumah itu adalah rumah yang tadi telah ia masuki.

Sang isteri bertanya, 'Kau ingin makan?' 'Ya' jawabnya. Lalu dia membuka tutup panci didapurnya. Saat melihat buah terong didalamnya dia berkata: 'heran siapa yang masuk kerumah dan menggigit terong ini?!'. Maka pemuda itu menangis dan menceritakan kisahnya. Isterinya berkomentar, 'Ini adalah buah dari sifat amanah, kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan terong yang haram itu, lalu Allah berikan rumah ini semuanya berikut pemiliknya dalam keadaan halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu ikhlas karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu.

Diceritakan oleh : Syaikh Ali Ath-Thanthawi 
Oleh : 
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 

Wasiat Nabi S.a.w

Dalam sebuah kesempatan sahabat Abu Dzar a-Ghifffari r.a pernah bercakap-cakap dalam waktu yang cukup lama dengan Rasulullah S.a.w. Diantara isi percakapan tersebut adalah wasiat beliau kepadanya. Berikut petikannya ; 
Aku berkata kepada Nabi S.a.w, "Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala urusan." "Ya Rasulullah, tambahkanlah." pintaku. 
"Hendaklah engkau senantiasa membaca Al Qur`an dan berdzikir kepada Allah azza wa jalla, karena hal itu merupakan cahaya bagimu dibumi dan simpananmu dilangit." 
"Ya Rasulullah, tambahkanlah." kataku.
"Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah." 
"Lagi ya Rasulullah." 
"Hendaklah engkau pergi berjihad karena jihad adalah kependetaan ummatku." 
"Lagi ya Rasulullah." 
"Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka." 
"Tambahilah lagi."
"Katakanlah yang benar walaupun pahit akibatnya." 
"Tambahlah lagi untukku."
"Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui dan mereka belum mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak mengetahui apa yang telah diketahui manusia dan engkau membawa sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui)." 

Kemudian beliau memukulkan tangannya kedadaku seraya bersabda,"Wahai Abu Dzar, Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabbur (berfikir), tidak ada wara` sebagaimana orang yang menahan diri (dari meminta), tidaklah disebut menghitung diri sebagaimana orang yang baik akhlaqnya." 
Itulah beberapa wasiat emas yang disampaikan Rasulullah S.a.w kepada salah seorang sahabat terdekatnya. Semoga kita dapat meresapi dan mengamalkan wasiat beliau. Wallahu A`lam. 

Oleh : 
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 

Tiga Hari Bersama Penghuni Surga

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa'i, Anas bin Malik menceritakan sebuah kejadian yang dialaminya pada sebuah majelis bersama Rusulullah SAW. 
Anas bercerita, "Pada suatu hari kamu duduk bersama Rasulullah SAW., kemudian beliau bersabda, "Sebentar lagi akan muncul dihadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga." Tiba-tiba muncullah laki-laki Anshar yang janggutnya basah dengan air wudhunya. Dia mengikat kedua sandalnya pada tangan sebelah kiri." 

Esok harinya, Rasulullah SAW. berkata begitu juga, "Akan datang seorang lelaki penghuni surga." Dan munculah laki-laki yang sama. Begitulah Nabi mengulang sampai tiga kali. 
Ketika majelis Rasulullah selesai, Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a. mencoba mengikuti seorang lelaki yang disebut oleh Nabi sebagai penghuni surga itu. Kemudian dia berkata kepadanya dia berkata kepadanya, "Saya ini bertengkar dengan ayah saya, dan saya berjanji kepada ayah saya bahwa selama tiga hari saya tidak akan menemuinya. Maukah kamu memberi tempat pondokan buat saya selama hari-hari itu ?" 

Abdullah mengikuti orang itu ke rumahnya, dan tidulah Abdullah di rumah orang itu selaga tiga malam. Selama itu Abdullah ingin menyaksikan ibadah apa gerangan yang dilakukan oleh orang itu yang disebut oleh Rasulullah sebagai penghuni surga. Tetapi selama itu pula dia tidak menyaksikan sesuatu yang istimewa di dalam ibadahnya. 
Kata Abdullah, "Setelah lewat tiga hari aku tidak melihat amalannya sampai-sampai aku hampir-hampir meremehkan amalannya, lalu aku berkata, Hai hamba Allah, sebenarnya aku tidak bertengkar dengan ayahku, dan tidak juga aku menjauhinya. Tetapi aku mendengar Rasulullah SAW. berkata tentang dirimu sampai tiga kali, "Akan datang seorang darimu sebagai penghuni surga." Aku ingin memperhatikan amalanmu supaya aku dapat menirunya. Mudah-mudahan dengan amal yang sama aku mencapai kedudukanmu." 

Lalu orang itu berkata, "Yang aku amalkan tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan". Ketika aku mau berpaling, kata Abdullah, dia memanggil lagi, kemudian berkata, "Demi Allah, amalku tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan itu. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan pada diriku niat yang buruk terhadap kaum Muslim, dan aku tidak pernah menyimpan rasa dengki kepada mereka atas kebaikan yang diberikan Allah kepada mereka." Lalu Abdullah bin Amr berkata, "Beginilah bersihnya hatimu dari perasaan jelek dari kaum Muslim, dan bersihnya hatimu dari perasaan dengki. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau sampai ke tempat yang terpuji itu. Inilah justru yang tidak pernah bisa kami lakukan. 

Memberikan hati yang bersih, tidak menyimpan prasangka yang jelek terhadap kaum Muslim kelihatannya sederhana tetapi justru amal itulah yang seringkali sulit kita lakukan. Mungkin kita mampu berdiri di malam hari, sujud dan rukuk di hadapan Allah SWT, akan tetapi amat sulit bagi kita menghilangkan kedengkian kepada sesama kaum Muslim, hanya karena kita duga pahamnya berbeda dengan kita. Hanya karena kita pikir bahwa dia berasal dari golongan yang berbeda dengan kita. Atau hanya karena dia memperoleh kelebihan yang diberikan Allah, dan kelebihan itu tidak kita miliki. "Inilah justru yang tidak mampu kita lakukan, " kata Abdullah bin Amr (Hayat Al-Shahabah, II, 520-521). 

Pada halaman yang sama, Al-Kandahlawi menceritakan suatu hadis tentang sahabat Nabi yang bernama Abu Dujanah. Ketika Abu Dujanah sakit keras, sahabat yang lain berkunjung kepadanya. 
Tetapi menakjubkan, walaupun wajahnya pucat pasi, Abu Dujanah tetap memancarkan cahayanya, bahkan pada akhir hayatnya. Kemudian sahabatnya bertanya kepadanya, "Apa yang menyebabkan wajah Anda bersinar?" Abu Dujanah menjawab, "Ada amal yang tidak pernah kutinggalkan dalam hidup ini. Pertama, aku tidak pernah berbicara tentang sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Kedua, aku selalu mengahadapi sesama kaum Muslim dengan hati yang bersih, yang oleh Al-Quran disebut qalbun salim". 

Al-Quran menyebut kata qalbun salim ini ketika Allah SWT. berfirman tentang suatu hari di hari kiamat, ketika tidak ada orang yang selamat dengan harta dan kekayaannya kecuali yang membawa hati yang bersih. 
Pada hari itu tidak ada manfaatnya di hadapan Allah SWT, harta dan anak-anak kecuali orang yang datang dengan hati yang bersih (QS 26:88-89). 
Di dalam Islam, Rasulullah yang mulia sejak awal dakwahnya mengajarkan kepada kaum Muslim untuk memperlakukan kaum Muslim yang lain sebagai saudara-saudaranya. Al-Quran mengatakan bahwa salah satu tanda orang yang beriman ialah menjalin persaudaraan dengan sesama kaum beriman lain. Al-Quran menggunakan kalimat yang disebut adat al-hasr, yaitu "innama" -artinya yang tidak sanggup memelihara persaudaraan itu tidak termasuk orang yang beriman. 

Imam Al-Ghazali ketika menyebutkan ayat ini juga menegaskan bahwa orang yang beriman sajalah yang dapat memelihara persaudaraan dengan sesama kaum Muslim. Hanya yang beriman yang bisa menumbuhkan kasih sayang kepada kaum Muslim. Rasulullah SAW. menegaskan ayat ini dengan sabdanya : "Tidak beriman di antara kamu sebelum kamu mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri." 
Rasulullah yang mulia menyebutkan bahwa salah satu tanda orang yang beriman ialah mempunyai kecintaan yang tulus terhadap kaum Muslim. Dan dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW. bersabda : "Agama adalah kecintaan yang tulus." 

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh As-Suyuthi dalam kitabnya, Ad-Durr Al-Mantsur. Ketika sampai pada ayat yang mengatakan bahwa Allah menolak segolongan manusia dengan segolongan manusia yang lain, pada surah Al-Baqarah, As-Suyuthi meriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani bahwa Rasulullah SAW. bersabda, "Setiap masa ada orang yang sangat dekat dengan Allah (yang oleh Rasulullah disebut ABDAL). Kalau salah seorang di antara mereka mati, maka Allah akan menggantikannya dengan orang lain. Begitulah orang itu selalu ada di tengah-tengah masyarakat." 

Rasulullah mengatakan bahwa berkat kehadiran mereka Allah menyelamatkan suatu masyarakat dari bencana. Karena merekalah Allah menurunkan hujan, karena merekalah Allah menumbuhkan tetanaman, dan karena merekalah Allah mengidupkan dan mematikan. Sehingga para sahabat bertanya kepada Rasulullah, "Apa maksudnya karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?" Rasulullah menjawab : "Kalau mereka berdoa agar Allah memanjangkan usia seseorang, maka Allah panjangkan usianya. Kalau mereka berdoa agar orang zalim itu binasa, maka Allah binasakan mereka". Kemudian Rasulullah bersabda : "Orang ini mencapai kedudukan yang tinggi bukan karena banyak shalatnya, bukan karena banyak puasanya, bukan pula karena banyaknya ibadah hajinya, tetapi karena dua hal : yaitu memiliki sifat kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada sesama kaum Muslim." 

Renungan-Renungan Sufistik oleh Jalaluddin Rakhmat

ASAL USUL KUMANDANG ADZAN

( Sebagai panggilan shalat ) 
( Riwayat : Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari ) 
Seiring dengan berlalunya waktu, para pemeluk agama Islam yang semula sedikit, bukannya semakin surut jumlahnya. Betapa hebatnya perjuangan yang harus dihadapi untuk menegakkan syiar agama ini tidak membuatnya musnah. Kebenaran memang tidak dapat dmusnahkan. Semakin hari semakin bertambah banyak saja orang-orang yang menjadi penganutnya. 
Demikian pula dengan penduduk dikota Madinah, yang merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam pada masa-masa awalnya. Sudah sebagian tersebar dari penduduk yang ada dikota itu sudah menerima Islam sebagai agamanya. Ketika orang-orang Islam masih sedikit jumlahnya, tidaklah sulit bagi mereka untuk bisa berkumpul bersama-sama untuk menunaikan sholat berjama`ah. Kini, hal itu tidak mudah lagi mengingat setiap penduduk tentu mempunyai ragam kesibukan yang tidak sama. Kesibukan yang tinggi pada setiap orang tentu mempunyai potensi terhadap kealpaan ataupun kelalaian pada masing-masing orang untuk menunaikan sholat pada waktunya. Dan tentunya, kalau hal ini dapat terjadi dan kemudian terus-menerus berulang, maka bisa dipikirkan bagaimana jadinya para pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan yang cukup berat yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya. 

Pada masa itu, memang belum ada cara yang tepat untuk memanggil orang sholat. Orang-orang biasanya berkumpul dimasjid masing-masing menurut waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul orang, barulah sholat jama`ah dimulai. 
Atas timbulnya dinamika pemikiran diatas, maka timbul kebutuhan untuk mencari suatu cara yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengingatkan dan memanggil orang-orang untuk sholat tepat pada waktunya tiba. Ada banyak pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu sholat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Ada yang menyarankan untuk membunyikan lonceng. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup tanduk kambing. Pendeknya ada banyak saran yang timbul. 

Saran-saran diatas memang cukup representatif. Tapi banyak sahabat juga yang kurang setuju bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja : itu adalah cara-cara lama yang biasanya telah dipraktekkan oleh kaum Yahudi. Rupanya banyak sahabat yang mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila cara-cara dari kaum kafir digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara lain. 
Lantas, ada usul dari Umar r.a jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap masuknya waktu sholat. Saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang, Rasulullah SAW juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi persoalan bagaimana itu bisa dilakukan ? Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid r.a meriwayatkan sbb : "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja.
Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa ?
Aku menjawabnya,"Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat."
Orang itu berkata lagi,"Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?"
Dan aku menjawab " Ya !"
Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang ," Allahu Akbar,…Allahu Akbar….."

Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau berkata,"Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." 
Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga menceritakannya kepada Rasulullah SAW . Nabi SAW bersyukur kepada Allah SWT atas semua ini. 

Oleh : 
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia 

Keutamaan Ilmu Daripada Harta

Setelah orang pertama dan kedua selesai dijawab oleh Khalifah Ali, kemudian orang ketiga, keempat, kelima, hingga orang kesepuluh mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang diajukan oleh orang pertama dan kedua. 
Kepada penanya ketiga khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena orang yang berilmu banyak sahabatnya, sedangkan orang yang banyak hartanya lebih banyak musuhnya." 

Kepada penanya keempat khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu bila disebarkan atau diajarkan akan bertambah sedangkan harta kalau diberikan kepada orang lain akan berkurang." 
Kepada penanya kelima khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak dapat dicuri, sedangkan harta benda mudah dicuri dan dapat lenyap." 
Kepada penanya keenam khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak bisa binasa, sedangkan harta kekayaan dapat lenyap dan habis karena masa dan usia." 

Kepada penanya ketujuh khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak ada batasnya, sedangkan harta benda ada batasnya dan dapat dihitung jumlahnya." 
Kepada penanya kedelapan khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu memberi dan memancarkan sinar kebaikan, menjernihkan pikiran dan hati serta menenangkan jiwa, sedangkan harta kekayaan pada umumnya dapat menggelapkan jiwa dan hati pemiliknya." 
Kepada penanya kesembilan khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena orang yang berilmu mencintai kebajikan dan sebutannya mulia seperti si 'Alim, dan sebutan mulia lainnya. Sedangkan, orang yang berharta bisa melarat dan lebih cenderung kepada sifat-sifat kikir dan bakhil." 

Dan kepada penanya kesepuluh khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia dan lebih utama daripada harta kekayaan, karena orang yang berilmu lebih mendorong untuk mencintai Allah. Sedangkan harta benda dapat membangkitkan rasa sombong, congkak dan takabur." 
Seusai mendengarkan jawaban Khalifah Ali yang begitu cemerlang, kesepuluh orang kaum Khawarij itu berdecak kagum, karena satu pertanyaan dapat dijawab dengan sepuluh jawaban. Kemudian, mereka kembali kepada kaumnya dengan rasa puas, dan bertambah yakin bahwa Khalifah Ali benar-benar sebagai pintu gerbangnya ilmu.